|
LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA
|
|
KELOMPOK 3
|
|
ADE EKO SAPUTRA L
AULIA AZIZAH
MEILITA FARAH DINA
NUR PERMATA SARI
RIZKI FARIZAN FIKRI
|
|
I.
PENDAHULUAN
TEORI DASAR
Titrasi
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi
redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa)
Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan
di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut
sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun
titrant biasanya berupa larutan.
Prinsip Titrasi Asam basa
Titrasi
asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi
asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant
ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (
artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan
ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada
saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita
mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa
menghitung kadar titrant.
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada
dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2.
Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada
umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan
alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator
yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Indikator |
Perubahan
warna
|
Pelarut
|
|
Asam
|
Basa
|
||
Thimol
biru
|
Merah
|
Kuning
|
Air
|
Metil
kuning
|
Merah
|
Kuning
|
Etanol
90%
|
Metil
jingga
|
Merah
|
Kuning-jingga
|
Air
|
Metil
merah
|
Merah
|
Kuning
|
Air
|
Bromtimol
biru
|
Kuning
|
Biru
|
Air
|
Fenolftalein
|
Tak
berwarna
|
Merah-ungu
|
Etanol
70%
|
thimolftalein
|
Tak
berwarna
|
biru
|
Etanol
90%
|
Indikator yang sering digunakan
dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein. Tabel berikut ini
merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein.
pH
|
< 0
|
0−8.2
|
8.2−12.0
|
>12.0
|
Kondisi
|
Sangat
asam
|
Asam
atau mendekati netral
|
Basa
|
Sangat
basa
|
Warna
|
Jingga
|
Tidak
berwarna
|
pink
keunguan
|
Tidak
berwarna
|
Gambar
|
Sebelum mencapai titik
ekuivalen
Setelah mencapai titik ekuivalen
Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator
yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan
dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”.
D. jenis-jenis titrasi asam basa
Titrasi asam basa terbagi menjadi 5 jenis yaitu :
1. Asam kuat - Basa kuat
2. Asam kuat - Basa lemah
3. Asam lemah - Basa kuat
4. Asam kuat - Garam dari asam lemah
5. Basa kuat - Garam dari basa lemah
1. Titrasi Asam Kuat - Basa Kuat
Contoh :
- Asam kuat : HCl
- Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :
HCl + NaOH → NaCl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + OH- → H2O
Kurva Titrasi Asam Kuat Basa Kuat
2.Titrasi Asam Kuat - Basa Lemah
Contoh :
- Asam kuat : HCl
- Basa lemah : NH4OH
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4OH → NH4Cl + H2O
Reaksi ionnya :
H+ + NH4OH → H2O +
NH4+
Kurva Titrasi Asam kuat – Basa Lemah
Titrasi Asam Lemah - Basa Kuat
Contoh :
- Asam lemah : CH3COOH
- Basa kuat : NaOH
Persamaan Reaksi :
Reaksi ionnya :
H+ + OH- → H2O
Kurva Titrasi Asam Lemah – Basa Kuat
Titrasi Asam Kuat - Garam dari Asam Lemah
Contoh
:
- Asam kuat : HCl
- Garam dari asam lemah : NH4BO2
Persamaan Reaksi :
HCl + NH4BO2 → HBO2
+ NH4Cl
Reaksi ionnya :
H+ + BO2- → HBO2
Titrasi Basa Kuat - Garam dari Basa Lemah
Contoh :
- Basa kuat : NaOH
- Garam dari basa lemah : CH3COONH4
Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4 → CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4- → NH4OH
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen
maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini
dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen
basa
Mol-ekuivalen diperoleh
dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat
kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari
hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah
ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
II.
TUJUAN PENELITIAN
1.
Mengetahui penetralan asam basa dengan metode titrasi
2.
Menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa dengan menggunakan
titrasi asam-basa
3.
Mengetahui titik ekuivalen dan titik akhir titrasi-basa
III.
ALAT DAN BAHAN
ALAT:
·
Gelas ukur
·
Labu erlenmeyer
·
Gelas kimia
·
Buret
·
Statif dan klem
·
Corong
·
Pipet tetes
·
Sikat pembersih
BAHAN:
·
Larutan HCl 0,1 M
·
Larutan CH3COOH 0,1 M
·
Larutan NaOH
·
Larutan PP
IV.
CARA KERJA:
1. Menyiapkan buret statif dan
klem
2. Mengisi buret dengan
larutan NaOH tepat sampai garis nol dengan bantuan corong
3. Memasukkan 15 ml HCl 0,1 M kedalam
labu erlenmeyer, lalu tambahkan 3 tetes indikator PP kedalam larutan
4. Meletakkan labu erlenmeyer
tepat dibawah buret, lalu buka kran buret secara perlahan sehingga NaOH dapat
menetes kedalam larutan.
5. Selama penambahan NaOH,
goyangkan labu erlenmeyer agar NaOH dapat tercampur rata dan sampai terjadi
perubahan warna yang paling awal.
6. Mengamati perubahan warna
yang terjadi pada larutan HCl.
7. Mencatat jumlah NaOH yang
digunakan yaitu selisih antara volume akhir dan volume awal NaOH.
8. Menentukan konsentrasi NaOH
yang dipergunakan dengan rumus V1.M1 = V2.M2
9. Melakukan kegiatan 1-7
sekali lagi dan hitung rata-rata jumlah NaOH yang terpakai untuk mengetahui
titik ekuivalen
10. Mengulangi kegiatan 1-9
untuk larutan CH3COOH 0,1 M
V.
PEMBAHASAN
A.
TABEL HASIL PENGAMATAN
No.
|
Larutan
|
Percobaan
ke-
|
Volum
NaOH yang terpakai (mL)
|
Warna
larutan
|
|
1
|
HCl +
PP + NaOH
|
1
|
28
tetes = 1,4 ml
|
Ungu
ke pink-pink an
|
|
2
|
HCl +
PP + NaOH
|
2
|
33
tetes = 1,65 ml
|
Ungu
muda
|
|
3
|
HCl +
PP + NaOH
|
3
|
20
tetes= 1 ml
|
Ungu
tua
|
|
4
|
HCl +
PP + NaOH
|
4
|
28
tetes = 1,4 ml
|
Ungu
muda
|
|
5
|
HCl +
PP + NaOH
|
5
|
34
tetes = 1,7 ml
|
Pink
|
|
6
|
HCl +
PP + NaOH
|
6
|
33
tetes = 1,65 ml
|
Pink
|
|
7
|
HCl +
PP + NaOH
|
7
|
67
tetes = 3,35 ml
|
Pink
ungu
|
|
8
|
HCl + PP + NaOH
|
8
|
27
tetes = 1,35 ml
|
Pink
ungu
|
|
Rata-rata : 1,513 ml
No.
|
Larutan
|
Percobaan
ke-
|
Volume
NaOH yang terpakai (mL)
|
Warna
Larutan
|
1
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
1
|
58
tetes = 2,9 ml
|
Pink
|
2
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
2
|
59
tetes = 2,95 ml
|
Pink
|
3
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
3
|
49
tetes = 2,45 ml
|
Ungu
muda
|
4
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
4
|
52
tetes = 2,6 ml
|
Pink
|
5
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
5
|
41
tetes = 2,05 ml
|
Pink
ungu
|
6
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
6
|
55
tetes = 2,75 ml
|
Pink
ungu
|
7
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
7
|
34 tetes
= 1,7 ml
|
Pink
ungu
|
8
|
CH3COOH
+ PP + NaOH
|
8
|
33 tetes
= 1,65 ml
|
Pink
ungu
|
Rata-rata : 2,38 ml
B.
PEMBAHASAN
Titrasi adalah cara
analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang di butuhkan untuk bereaksi
secara tetap dengan zat yang terdapat dengan larutan lain.
Pada
percobaan ini kami menentukan molaritas NaOH dengan menggunakan proses titrasi
antara larutan HCl sebanyak 15 ml 0,1 M dengan larutan NaOH. 15 ml larutan HCl
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu
ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah disediakan dalam buret setetes demi
setetes sampai ekuivalen atau habis bereaksi. Begitu pula titrasi antara
larutan CH3COOH sebanyak 15 ml 0,1 M dengan larutan NaOH. 15 ml larutan CH3COOH
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP, lalu
ditetesi dengan larutan NaOH yang sudah disediakan dalam buret setetes demi
setetes sampai ekuivalen atau habis bereaksi.
Titik
ekuivalen dapat diketahui dengan bantuan larutan PP ,kisaran warna yaitu tidak
berwarna sampai merah ungu, yakni apabila tak berwarna berarti sifatnya asam
dan jika berwarna merah ungu berarti basa. Jika larutan sudah ekuivalen maka,
larutan akan mengalami perubahan warna paling awal, dan warnanya sangat muda
dan cerah saat itulah titrasi dihentikan. Saat larutan menunjukkan perubahan
warna paling awal itulah yang disebut titik akhir titrasi.
Percobaan 1 menggunakan HCl
Titrasi asam kuat + basa kuat
Dalam
percobaan titrasi yang kami lakukan pada larutan HCl sebanyak 15 ml dititrasi
dengan NaOH menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut ;
HCl +
NaOH à NaCl + H2O
Titrasi
ke-1
Dalam percobaan pertama, langkah pertama yang dilakukan adalah HCl 15 ml
0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret, kemudian
dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna atau
titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,4 ml dan
warnanya ungu kepink-pinkan.
1,4 M =
1,5
Titrasi
ke-2
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya ungu muda.
15.0,1
= 1,65 M2
1,5 =
1,65 M2
Titrasi
ke-3
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1 ml dan warnanya ungu tua.
15.0,1
= 1 M2
1,5 = 1
M2
Titrasi
ke-4
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,4 ml dan warnanya ungu kepink-pinkan.
15.0,1
= 1,4 M2
1,5 =
1,4 M2
Titrasi
ke-5
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,7 ml dan warnanya pink/merah muda.
15.0,1
= 1,7 M2
1,5 =
1,7 M2
Titrasi
ke-6
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,65 ml dan warnanya pink/merah muda.
15.0,1
= 1,65 M2
1,5 =
1,65 M2
Titrasi
ke-7
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 3,35 ml dan warnanya pink ungu.
15.0,1
= 3,35 M2
1,5 =
3,35 M2
Titrasi
ke-8
HCl 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam
gelas Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3
tetes penoftalin. NaOH 50 ml dimasukkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga
indikator berubah warna atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan
volume titrasinya 1,35 ml dan warnanya pink ungu.
15.0,1
= 1,35 M2
1,5 =
1,35 M2
Molaritas
NaOH yaitu :
Jadi
molaritas NaOH adalah 0,99 M
Percobaan 2
menggunakan CH3COOH
Titrasi asam lemah + basa kuat
Dalam
percobaan titrasi yang kami lakukan pada larutan CH3COOH sebanyak 15 ml
dititrasi dengan NaOH menghasilkan persamaan reaksi sebagai berikut ;
CH3COOH
+ NaOH à NaCH3COO + H2O
Titrasi
ke-1
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,9 ml dan
warnanya pink.
2,9 M =
1,5
Titrasi
ke-2
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,95 ml dan
warnanya pink.
15.0,1
= 2,95 M2
1,5 =
2,95 M2
Titrasi
ke-3
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,45 ml dan
warnanya ungu muda.
15.0,1
= 2,45 M2
1,5 =
2,45 M2
Titrasi
ke-4
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,6 ml dan
warnanya pink.
15.0,1
= 2,6 M2
1,5 = 2,6
M2
Titrasi
ke-5
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,05 ml dan
warnanya pink ungu.
15.0,1
= 2,05 M2
1,5 = 2,05
M2
Titrasi
ke-6
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 2,75 ml dan
warnanya pink ungu.
15.0,1
= 2,75 M2
1,5 = 2,75
M2
Titrasi
ke-7
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,7 ml dan
warnanya pink ungu.
15.0,1
= 1,7M2
1,5 = 1,7
M2
Titrasi
ke-8
CH3COOH 15 ml 0,1 M dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalin.
NaOH 50 ml dimasukkan ke dalam buret,
kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator berubah warna
atau titik akhir titrasi tercapai, dan didapatkan volume titrasinya 1,65 ml dan
warnanya pink ungu.
15.0,1
= 1,65 M2
1,5 =
1,65 M2
Molaritas
NaOH yaitu :
Jadi
molaritas NaOH adalah 0,662 M
Dalam percobaan ini kami melakukan titrasi masing-masing delapan kali,
titrasi asam kuat dengan basa kuat delapan kali dan titrasi asam lemah dengan
basa kuat jaga sebanyak delapan kali. Pada kedelapan percobaan pada titrasi HCl
dengan NaOH ada beberapa yang gagal dimana perubahan warna yang terjadi terlalu
tua begitu pula pada titrasi CH3COOH dengan NaOH. Namun, ada beberapa juga yang
berhasil.
Kegagalan
ini disebabkan beberapa factor yaitu:
1.
Kurang telitinya mata saat memperhatikan perubahan warna yang
terjadi,yang sebenarnya mungkin perubahan warna awal sudah terjadi namun karena
tidak diperhatikan dengan seksama sehingga penetesan tetap dilanjutkan dan
hasilnya warna yang didapat terlalu pekat dan mencolok
2.
Kurang telitinya saat melaksanakan proses titrasi
3.
Kurang tepatnya pembuatan larutan HCl 0,1 M dan CH3COOH pada proses
penimbangan.
4.
Kurang tepatnya dalam penghitungan tetesan larutan NaOH yang
memungkinkan kelebihan penetesan sehingga warna yang dihasilkan semakin pekat.
5.
Pada saat hampir mencapai titik ekuivalen aliran kran buret
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Titik ekuivalen adalah titik dimana konsentrasi asam sama dengan
konsentrasi basa (habis bereaksi) atau titik dimana jumlah basa yang
ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan yang disertai perubahan
warna indikator.
2.
Titik akhir titrasi adalah keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indikator
3.
Indikator PP perlu ditambahkan kedalam larutan karena supaya mengetahui
perubahan warna yang terjadi pada titik ekivalen
4.
Persamaan reaksi untuk masing-masing percobaan :
a.
Asam kuat + basa kuat
HCl + NaOH à
NaCl + H2O
b.
Asam lemah + basa kuat
CH3COOH
+ NaOH à NaCH3COO + H2O
B.
SARAN
1.
DAFTAR
PUSTAKA
www.daym.gov.tr/index2.php%3Fad%...kat%3D57www.analisateknisia.blogspot.com/20 11 ...ive.html www.oldprint.blogspot.com/20 11 /12/pe...int.html
http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2011/Sri%20Ratisah%20054828/materi.HTMhttp://akhitochan.wordpress.com/201
1 /02 /13 /titrasi-asam-basa/