at Bandara
Soetta
Aku
duduk santai di bangku bandara ditemani sebuah koper besar. Aku menyeruput kopi
hangat yang tadi sempat ku beli di sebuah kafe di bandara. Kopi hangat memang
sangat cocok dinikmati di saat dingin seperti ini. Sekarang ini Jakarta sedang
terjadi hujan lebat, sejak kedatanganku ke bandara.
Kriiiing..kriiiing...kriiiing... tiba-tiba sebuah
ponsel berdering keras beberapa kali disertai getaran, di balik saku celanaku.
Aku pun merogoh saku dan mengambil ponselku, kulirik layar ponsel, yah seperti
dugaanku ini panggilan yang sudah kesekian kalinya dari ayahku yang biasa
kupanggil Papi. Entah sudah beberapa kali ia menelponku sejak kesampaianku di
bandara sejak satu jam yang lalu, mungkin ia sangat senang karena kedatanganku ini,
memang sudah lama aku meninggalkan Indonesia, kota kelahiranku Jakarta,
kira-kira sudah kurang lebih empat tahun yang lalu, setelah lulus SMA aku
memutuskan untuk kuliah dan tinggal di Australia tepatnya di kota Sydney. Selama
tiga tahun itu aku sangat jarang berkunjung ke Indonesia, bahkan seingatku
terakhir aku mengunjungi papi sekitar setahun yang lalu. Kini sudah saatnya aku
pulang kembali ke tanah air.
Tepat
seminggu yang lalu ayahku itu telah menikah, namun aku tidak dapat hadir ke
upacara pernikahannya karena ada beberapa hal yang perlu kuurus di Sydney
terkait registrasi untuk kepulanganku ke Indonesia. Meski ia sedikit kecewa
karena ketidakhadiranku di hari bahagianya, namun kini telah terobati dengan
kepulanganku hari ini. Sejak pernikahannya dia lebih sering menelponku untuk
menceritakan kelurga baru kami, bahwa istrinya yang kini menjadi ibuku sangat
cantik dan betapa baik sikapnya, ia meyakinkanku bahwa wanita itu pantas menjadi
ibuku, dan jika telah bertemu aku pasti akan menyukainya dan juga aku telah
menjadi seorang kakak, meski karena wanita itu memiliki seorang putri yang
katanya juga tak kalah cantik ang berumur sekitar tujuhbelas tahun.
“
halo “ ucap seorang laki-laki di
seberang sana yang terdengar begitu bergembira.
“
halo “ sahutku.
“
hei, kau dimana??? Kenapa belum pulang juga huh?? Aku sudah menunggumu anak
nakal “ tanyanya.
“aku
masih di bandara Pi, sekarang masih hujan. iya aku akan segera pulang ” aku
tersenyum mendengar perkataannya, yah aku juga sudah menunggu saat ini papi,
saat aku kembali bersamamu. Tak lama hujan mulai reda. Segera setelah menutup
telepon dari ayahku, aku melangkah ke area parkir untuk mengambil motorku,
motor kesayanganku. Dari dulu ayahku memang selalu tau keinginanku sebelum aku
meminta ia pasti sudah memberikannya. Seperi motor ini, ia sengaja
mengantarkannya ke bandara sehingga aku bisa pulang mengendarai motor
kesayanganku ini untuk pulang ke rumah. Dua orang suruhan ayahku datang menghampiriku
“
ini kunci motor anda tuan, dan tolong koper anda, biar kami yang
mengantarkannya. Dan ini.... “ kata salah satu orang suruhan ayahku seraya
menyerahkan helm dan jaket yang sama-sama berwarna hitam.
“
ok “ kataku sambil mengambil helm dan jaket itu dari tangannya kemudian
memakainya. Dan aku pun segera mengendarai motor kesayanganku menuju rumahku
at rumah keluarga Sudiro
“
aku pulang “ kata Rena seraya memutar kenop pintu rumah kemudian melepas
sepatunya dan meletakkannya ke rak sepatu yang berada di dekat pintu kemudian
mengenakan sandal rumah. Rumah minimalis yang bisa dikatakan mewah dengan dua
lantai. Rumah yang baru ditinggalinya beberapa hari yang lalu, sebenarnya
dulunya ini adalah rumah Om Heri, sahabat mama dan papanya sejak SMA. Namun,
kini rumah ini juga telah menjadi rumah Rena dan mamanya, karena Om Heri tlah
resmi menyandang status suami mamanya yang otomatis adalah ayah tirinya. Bagi
Rena, Om Heri bukanlah orang asing, ia telah mengenal Om Heri sejak ia masih
kecil. Menurut Rena Om Heri adalah sosok lelaki yang baik, perhatian, jujur,
dan sangat menyenangkan maka tidak salah ia kemudian merestui hubungan mamanya
dengan Om Heri, hingga Om Heri kini menjadi keluarganya, bagian dari hidup Rena
yang mengisi ruang kosong untuk sosok seorang ayah yang sangat ia rindukan.
“
ya.... sayang sudah pulang...” sambut mama dengan wajah sumringah, kemudian memeluk dan mencium kening Rena
dengan penuh sayang.
“
hehe.. “ Rena hanya menyengir mendapat
perlakuan mamanya, yang suka memanjakannya, tapi bukan berarti Rena anak manja
pada umumnya, malah ia adalah anak yang mandiri.
“
hemm... loh kok bju kamu basah gini? Tanya mama Rena sambil mengacungkan
telunjuknya ke arah baju Rena.
“oh,
ini? Tadi sempet hujan waktu nungguin bus, terus ada genangan air di depan
Rena, terus motor lewat di depan Rena, yah Brusssssssh airnya nyembur deh, untung
aja gak kenapa-kenapa. Huh nyebelin banget deh tuh orang, nggak bertanggung
jawab banget awas aja klo ketemu lagi, gak ada ampun bagimu“ jelas Rena panjang
lebar dengan penekanan kata di bagian terakhir.
“
sudah-sudah jangan gitu ah, gak baik nyimpen dendam, mending mandi dulu gih
sana terus klo udah selesai, langsung ke dapur bantuin mama, mama mau masak buat
makan malam “ kata mama Rena seraya mendorong Rena ke arah tangga menuju kamar.
“hmmmmn”
sahut Rena
Rena
pun melangkah menaiki beberapa anak tangga, kemudian berhenti sejenak.
“
papah mana? “ tanya Rena kepada mamanya dengan setengah berteriak seraya
mencondongkan kepalanya dari tangga ke arah dapur.
“
eum, sepertinya sedang keluar sebentar katanya ada perlu “ sahut mama Rena dari
dapur.
“
oooooo..... “ Rena hanya ber-oh ria mendengar jawaban dari mamanya.
Rena
terus melangkah lalu masuk ke kamarnya. Suasana di dalam kamar Rena senja itu terasa tenang dan sunyi. Ia kemudian meletakkan tas sekolahnya ke atas
meja belajar, dan membuka lemari pakaian yang ada di sampingnya untuk mengambil
handuk dan pakaian ganti.
“
kreeek... “ suara pintu berderit pelan.
“
suara apa itu? “ tanya Rena dalam hati. Rena terdiam di depan lemari yang
letaknya di hadapan kamar mandi yang sekarang ini ia punggungi.
Derap
langkah terdengar sayup-sayup dari belakang, seseorang berjalan dengan tenang
mendekati Rena. Rena hanya terdiam.
Tap..
tap.. tap... derap langkah itu semakin mendekat ke arah Rena, Rena panik, namun
ia tidak tahu harus bagaimana. Tiba-tiba sepasang tangan besar sukses mendarat di kedua bahunya,
Rena dengan segera membalikkan tubuhnya hingga ia pun berhadapan dengan seorang
lelaki.
Untuk
sesaat Rena terpana diam membisu menangkap sosok rupawan yang tengah berdiri
dihadapannya. Jantungnya kembali berdentum dengan hebatnya. Matanya membesar
seperti siap keluar dari tempatnya.
“
dia..... di....aa... “ ucap Rena terbata
dalam hati.
Sosok
yang tidak Rena tahu namanya itu melangkah semakin mendekati Rena, Rena
berjalan mundur dalam diam, hingga ia menghimpit lemari, sosok lelaki itu tetap
semakin mendekat ke arahnya.. Tangannya bergerak menapakkan ke pintu lemari di
belakang Rena.
“
ma...ma...mau a..ap..a..pa kau... “ tanya Rena tergagap
Lelaki
itu masih diam. Lelaki itu sedikit menunduk dan mencondongkan mukanya ke arah
muka Rena.
“
punya sampo gak? “ suara berat keluar dari bibirnya yang tipis.
“
heh? “ tanya Rena heran. Untuk apa
laki-laki ini menanyakan sampo kepadanya memangnya ia tukang jual sampo?
Katanya dalam hati. Selama sesaat suasana menjadi hening tanpa suara, yang
terdengar hanya suara jangkrik yang biasa berbunyi di waktu senja.
Rena
dapat dengan jelas memandangi dan menyusuri seluruh wajahnya, bentuk wajahnya
yang oval, hidung mancung, sepasang mata bulat dan tajam dihiasi bulu mata
lentik dan panjang, alisnya yang tebal, dan kulit berwarna sawo matang,
menambah kesan cool dan sexy.
Rambutnya hitam legam terlihat basah *hah basah?? Pikir Rena dalam hati. Mata
Rena kembali bergerak, terlihat dengan jelas tubuh yang polos ? dadanya yang
bidang, perutnya yang six pack dan sedikit *basah??. Mata Rena semakin melebar
kala terus menyusuri ke bawah.
“whaaat.....
di...dia pake ha..handuk” kata rena dalam hati sambil berusaha menegak liurnya.
Namun, tiba-tiba mata Rena menangkap sesuatu yang aneh dengan handuk yang
lelaki itu kenakan. Entah apa yang terjadi handuk itu denga cepat jatuh terlepas
dari tempat seharusnya.
“
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.....................aa.... “ teriak Rena histeris
seraya menutup matanya dan mendorong tubuh lelaki itu menjauh darinya.
Lelaki
itu pun ikut panik, dan menyadari sesuatu ia pun segera menoleh ke arah tubuhnya.
Untuk sepersekian detik ia pun terdiam.
“ aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... “ teriak
lelaki itu tak kalah histeris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar